Jumat, 30 Maret 2012

Undang-Undang ITE

ADI SULISTIONO                  / 30411178 
ADITYA PRADANA PUTRA  / 30411231
ALAN WANDANA                  / 30411535
ALFIENDI RAZDIR               / 30411585
ANGGA SETIAWAN               / 30411861
ATIEK HANDAYANI               / 31411283
DANDI YUDHA                       / 31411713
DEVIN ADITYA                       / 37411953

A. Pengertian Undang-Undang ITE

    Suatu penelitian hukum yang bertujuan untuk mengetahui tentang perlindungan terhadap perlindungan kebebasan berpendapat melalui media internet yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode yuridis normatif. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan cyber media. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dengan intepretasi gramatikal dan intepretasi sistematik terhadap ketentuan yang terdapat dalam UU ITE tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik belum dapat dikatakan telah melindungi kebebasan menyatakan pendapat yang dimiliki oleh seseorang sebagai hak pribadi dalam berkomunikasi melalui media internet. Sebagaimana yang telah diuraikan bahwa ketentuan dalam UU ITE tersebut yang berkaitan dengan kebebasan berpendapat hanya diatur dalam satu pasal dan hanya terdapat suatu larangan tanpa disertai hak. Berdasarkan itu, maka ketentuan tersebut dirasa masih menimbulkan mutitafsir dan ketidakjelasan. Sehingga memerlukan pengaturan lebih lanjut dalam UU ITE ini. Sebagai hak asasi manusia yang juga termasuk ke dalam hak politik seseorang dan hak pribadi, kebebasan menyatakan pendapat mutlak harus dilindungi dan tidak dapat dikurangi. Namun mengingat bahwa dalam hak juga meimbulkan suatu kewajiban untuk menghormati dan menghargai hak orang lain, maka pelaksanaan atas hak tersebut dapat dibatasi melalui undang-undang. Sedangkan dalam UU ITE tidak terdapat pembatasan yang jelas mengenai hal tersebut. Kata kunci : Kebebasan Berpendapat, HAM, UU No. 11 tentang ITE.

B. Studi Kasus

Beberapa bulan ini kita dikejutkan dengan kasus-kasus yang aneh. Aneh karena kasus-kasus itu seakan-akan mengingatkan kita akan kehidupan di zaman orde baru dimana saat itu kebebasan berpendapat sangat dibatasi bahkan cenderung dilarang. Di zaman orde baru dulu tidak ada orang yang berani mengkritik pemerintah bahkan mengkritik orang lain yang nyata-nyata alpa pun tidak berani. Ancaman mendekam di penjara pun menjadi senjata ampuh pemerintah saat itu untuk membungkam opini dan kritikan publik. Dan kini, di era reformasi kasus-kasus seperti itu seperti terlahir kembali. Tersebutlah kasus Prita Mulyasari (semoga saya tidak salah tulis nama, mohon maaf bila ada kesalahan penulisan nama) yang didakwa melakukan pencemaran nama baik pasal 310 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dakwaan itu masih ditambah dengan pasal 27 ayat (3) Undang-undang nomor 11 tahun 2008. Satu kasus lagi yang berhubungan dengan kebebasan berpendapat datang dari Bogor, Jawa Barat. Kini kasus itu menimpa Ujang Romansyah yang disangka melakukan pencemaran nama baik lewat situs jejaring sosial ternama Facebook. Namun, Polresta Bogor yang menangani kasus itu menerapkan kehati-hatian dan ketelitian bahkan hingga meminta bantuan dari ahli IT dan ahli lain untuk ikut mengusut kasus tersebut. Hal ini dilakukan karena kasus ini dapat menimbulkan gejolak sosial yang luas seperti kasus Prita Mulyasari. “Penghinaan (belediging dalam bahasa Belanda) di Indonesia masih tetap dipertahankan. Wujud belediging sendiri ada beberapa macam yaitu menista (termasuk menista dengan tulisan), memfitnah, melapor secara memfitnah dan menuduh secara memfitnah. Di seluruh dunia pasal-pasal tentang penghinaan masih tetap dipertahankan. Alasannya hasil dari penghinaan berwujud pencemaran nama baik adalah character assassination dan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Di Indonesia sendiri pasal-pasal penghinaan seperti tersebut dalam pasal 310-321 KUHP masih tetap dipertahankan.



Negara kita adalah negara demokrasi yang menjamin kebebasan warga negaranya untuk menyatakan pendapat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam pasal 28E ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Kini timbul pertanyaan kebebasan seperti apa yang diamatkan konstitusi dan Pancasila? Kebebasan yang diamanatkan oleh konstitusi adalah kebebasan yang bertanggungjawab, kebebasan yang menghargai hak-hak dan kehormatan orang lain. Kasus Prita Mulyasari sedikit banyak menyadarkan kita agar kita lebih berhati-hati lagi dalam mengeluarkan pendapat. Walaupun Prita telah diputus bebas karena dakwaan jaksa penuntut umum kabur dan tidak cermat serta keliru dalam penerapan hukumnya, namun sebagai insan yang beragama dan menjunjung tinggi adat istiadat timur dan menjunjung tinggi persaudaraan dan kekeluargaan maka hendaknya kita berjati-hati dalam mengeluarkan pendapat. Jangan sampai apa yang kita ungkapkan menyakiti hati dan perasaan saudara kita sebangsa dan setanah air. Ibarat kata lidah tak bertulang dan kata-kata lebih tajam daripada pisau. Guru mengaji saya pernah mengatakan kalau bertutur kata hendaknya pahit madu. Madu yang manis saja masih terasa pahit. Maksudnya ketika kita bertutur kata hendaknya kata-kata yang kita ucapkan lebih manis dari madu. Kata-kata yang kita ucapkan sebisa mungkin menyenangkan hati lawan bicara kita dan tidak menyinggung perasaannya.

C.Pembatasan Masalah

Prita Mulyasari didakwa 6 bulan penjara dan dituntut membayar denda Rp.204.000.000,- oleh Pengadilan Negri Tanggerang dengan dugaan kasus pencemaran nama baik yang melibatkan dirinya dengan pihak Rs.OMNI Internasional. Meskipun Pada saat itu, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Prita karena tidak terbukti mencemarkan nama baik namun ditahun 2011 sebuah berita mengejutkan kembali muncul ketika Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang ditujukan oleh Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Tangerang terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memvonis bebas Prita. Ini berarti Prita Mulyasari dinyatakan bersalah pada tingkat kasasi, dan untuk itu Prita harus menjalani hukuman kurungan selama 6 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani.

Dari kasus ini dapat dilihat secara gamblang bahwa Kebebasan Berekspresi Internet di Indonesia masih baru sebatas wacana, Undang - Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang diharapkan dapat mengatur kebebasan berekspresi berinternet bagi para pengguna di Indonesia malah dijadikan senjata untuk menjatuhkan sangsi kepada seseorang yang ingin berekspresi di dunia maya.
Untuk mencegah hal yang tidak diinginkan dalam transformasi informasi melalui media internet ada baiknya kita memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut :
  1. Tidak membuat tulisan yang sifatnya diskriminasi dan memojokkan pihak tertentu tanpa disertai bukti yang kuat dan jelas. Dalam hal ini setiap blogger harus memiliki rasa tanggungjawab penuh terhadap semua tulisan yang dibuatnya.
  2. Memberikan konten yang positif dan bermanfaat bagi para pembacanya dengan membuat tulisan-tulisan yang bertemakan tutorial, download aplikasi gratisan, sharing pengalaman, info seputar lingkungan, perkembangan teknologi informasi, dan masih banyak yang lainnya.
  3. Selalu menggunakan bahasa tulisan yang sopan dan lebih santun. Mengenai bahasa yang digunakan itu tidak menjadi patokan dalam menulis di blog selama masih dapat dipahami oleh sebagian besar pembacanya.
  4. Tidak melakukan tindakan yang bersifat merugikan orang lain seperti mengambil artikel tulisan dari sumber lain tanpa menyebutkan sumber tulisan aslinya (lebih dikenal dengan tindakan copy paste), menjadi spammer dengan menyebarkan link tulisan secara
  5. membabi buta, membuat content tulisan yang berbau porno agar dapat lebih menarik perhatian, dan lain-lain.


Sumber :    tvone.co.id tanggal 30 juni 2009 dan artikel berjudul “Memahami Pencemaran Nama Baik” oleh Dr Eddy OS Hiariej, S.H, M.Hum dimuat di Harian Kompas tanggal 5 Juni 2009.
http://www.bloggerborneo.com/kebebasan-berekspresi-internet-di-indonesia-tak-sebebas-nasib-seorang-prita-mulyasari

Tugas Pendidikan Kewarganegaraan


Apakah hak dan kewajiban warga Negara Indonesia ? Apa sudah sesuai dengan pasal 27-34 ! Jelaskan dan bandingkan dengan Negara lain !
Disini saya membandingkan dengan negara Amerika Serikat.

Jawab :
Pasal 27
Hak = Semua warga Negara berhak untuk mendapatkan kedudukan yang sama dimata hukum tanpa pengecualian.
Indonesia : Hukum di Indonesia sangatlah bobrok. Para koruptor masih bisa hidup bebas tanpa dipenjara,sedangkan rakyat biasa yang mencuri kakao dan sendal jepit langsung diproses dan masuk penjara.
Amerika : Hukum di Amerika sangatlah tegas dan berjalan adil, hukum di Amerika tidak pandang bulu.

Pasal 28
Hak = Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Indonesia : hak bebas berpendapat,tetapi lebih sering tidak didengarkan dan berakhir anarki.
Amerika : Para pendemo dapat menyampaikan pendapatnya dengan baik.

Pasal 29
Hak = Bebas memilih/memeluk agama sesuai dengan keyakinannya masing-masing.
Indonesia : Terkadang masih ada perselisihan antar agama.
Amerika : Bebas untuk memilih agama sesuai dengan keyakinan,tetapi memiliki batasan yang cukup ketat.

Pasal 30
Kewajiban = Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
Indonesia : Sudah cukup sesuai dengan pasal 30.
Amerika : Setiap warga negara diwajibkan untuk melakukan wajib militer yang bertujuan untuk membela negara.

Pasal 31
Hak = Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
Indonesia : Banyak anak-anak di Indonesia yang tidak mampu untuk bersekolah,minimnya fasilitas pendidikan di daerah,banyaknya sekolah-sekolah yang tidak layak,yang mengakibatkan rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia.
Amerika : Amerika memiliki sistem pendidikan yang baik.

Pasal 32
Kewajiban = Pemerintah berkewajiban untuk memajukan kebudayaan dan melestarikan budaya Indonesia.
Indonesia : Belum sesuai dengan Undang-Undang,karena beberapa kebudayaan Indonesia dicuri oleh negara tetangga.
Amerika : Sudah cukup bagus.

Pasal 33
Kewajiban = Kesejahteraan nasional
Indonesia : Masih banyak sekali kemiskinan di Indonesia,rendahnya upah minimum dan lapangan kerja yang sedikit.
Amerika : Perekonomian di Amerika sudah sangat baik dibandingkan dengan Indonesia.

Pasal 34
Hak = Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
Indonesia : Masih banyak fakir miskin dan anak terlantar di Indonesia .
Amerika : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.

Selasa, 27 Maret 2012

Rangkuman Pendidikan Kewarganegaraan

Rangkuman Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan
A.   Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan dan Kompetensi yang Diharapkan
1.     Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan

     Perjalanan panjang sejarah Indonesia yang dimulai sejak era sebelum dan selama penjajahan , kemudian dilanjutkan dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai hingga era pengisian kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda yang sesuai dengan zamannya . kondisi dan tuntutan yang berbeda tersebut ditanggapi oleh bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa ang senantiasa tumbuh dan berkembang. Kesamaain nilai-nilai dilandasi oleh jiwa, tekad, dan semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam wadah nusantara.

2.    Kompetensi yang Diharapkan dari Pendidikan Kewarganegaraan
a.     Hakikat Pendidikan
Pemerintah suatu Negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi selanjutnya secara berguna dan bermakna,di Indonesia diterapkan  "wajib belajar 12 tahun" agar  generasi penerus tersebut mampu mengantisipasi dan bersaing di masa depan mereka yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya,bangsa, Negara dan hubungan internasional. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan realita kehidupan global yang digambarkan sebagi perubahan kehidupan yang penuh dengan paradoks,tantangan dan ke tak terdugaan.
b.    Kemampuan warga Negara
Untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan,perubahan masa depannya suatu Negara sangat memerlukan pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berdasarkan nilai pancasila , nilai keagamaan , dan nilai perjuangan bangsa. Nilai dasar Negara tersebut akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan warga Negara dalam kehidupan masyarakat,berbangsa dan bernegara
c.     Menumbuhkan wawasan warga Negara
Kualitas warga Negara tergantung terutama pada keyakinan dan pegangan hidup mereka dalam bernegara dan bermasyarakat. Hak dan kewajiban warga Negara, terutama kesadaran bela Negara, akan terwujud dari sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia sungguh-sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupan sehari-hari.
d.    Dasar Pemikiran Pendidikan Kewarganegaraan
Rakyat Indonesia, melalui majelis perwakilannya, menyatakan bahwa: pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha esa dan berkualitas mandiri.
e.     Kompetensi yang Diharapkan
Undang-undang (UU) nomor 2 tahun 1989 tentang system pendididikan nasional menjelaskan bahwa pendididikan kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dan Negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara(PPBN) agar menjadi warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan Negara kesatuan republik Indonesia.
B.   Pemahaman tentang bangsa, Negara, hak, dan kewajiban Warga Negara dengan atas dasar Demokrasi, hak asasi manusia (HAM), dan Bela Negara

1.    Pengertian dan pemahaman tentang bangsa dan Negara
Pengertiannya dan pemahaman tentang bangsa dan negara adalah:
a.     Pengertian bangsa
Bangsa adalah sekumpulan orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan,adat,bahasa,sejarah serta berpemerintahan sendiri.
b.    Pengertian dan pemahaman Negara
1.    Pengertian Negara
Negara adalah suatu organisasai atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.
2.    Teori terbentuknya Negara.
A.  Teori hukum alam.Pemikiran pada masa plato dan aristoteles: pertama-tama kondisi alam kemudian tumbuhnya manusia dan  berkembangnya Negara
B.   Teori ketuhanan (islam+Kristen) segala sesuatu adalah ciptaan Tuhan.
C.   Teori perjanjian (Thomas Hobbes) manusia menghadapi kondisi alam dan timbulah kekerasan/anarki. Manusia akan musnah apabila tidak mengubah cara-caranya dalam hidup. 
3.    Proses terbentuknya Negara pada zaman modern
Proses tersebutnya dapat berupa penaklukan,peleburan , pemisahan diri, dan pendudukan atas Negara atau wilayah yang belum ada pemerintahan sebelumnya.
4.    Unsur Negara
a.     Bersifat konstitutif
Berarti Negara tersebut terdapat wilayah yang meliputi udara, darat dan perairan.
b.    Bersifat deklaratif
Sifat ini ditunjukan dengan adanya tujuan Negara, undang-undang dasar, pengakuan dari Negara lain baik secara “de jure” maupun “de facto” dan masuknya Negara dalam perhimpunan bangsa-bangsa.
5.    Bentuk Negara
Sebuah Negara dapat berbentuk Negara kesatuan dan Negara serikat,contoh Indonesia(Negara Kesatuan) dan Amerika(Negara Serikat).
2.    Negara dan warga Negara dalam system kenegaraan di Indonesia
Kedudukan Negara republik Indonesia. Negara yang pada dasarnya mensyaratkan adanya wilayah,pemerintahan, penduduk, sebagai warga Negara serta pengakuan dari Negara lain yang sudah dipenuhi oleh Negara kesatuan republik Indonesia. NKRI adalah Negara berdaulat yang mendapatkan pengakuan dari Negara internasional dan menjadi anggota PBB. NKRI mempunyai kedudukan dan kewajiban yang sama dengan Negara lain di dunia, yaitu ikut serta memelihara dan menjaga perdamaian  dunia.
3.    Proses bangsa dan bernegara
Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran bagaimana terbentuknya bangsa, dimana sekelompok manusia berada didalam nya merasa sebagai bagian dari bangsa. Bangsa tersebut merasakan pentingnya keberadaan Negara, sehingga tumbuhlah kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan utuhnya Negara melalui upaya bela Negara.
4.    Pemahaman hak dan kewajiban warga Negara
              Dalam UUD 1945 Bab 10, pasal tentang warga Negara telah
              diamanatkan pada pasal 26,27,28 dan 30
5.    Hubungan warga Negara dan Negara
a.   Pada pasal 26 dengan tegas menyatakan bahwa yang menjadi warga Negara adalah orang orang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain, misalnya peranakan belanda, peranakan tionghoa yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah airnya.
b.    Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
Negara Indonesia menganut asas bahwa setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan. Pasal 27 mengatakan bahwa kesamaan kedudukan WN didalam hukum dan pemerintahan dan kewajiban warga Negara dalam menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa perkecualian.
c.     Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memancarkan asas keadilan social dan kerakyatan.
d.    Kemerdekaan berserikat dan berkumpul
Pasal 28 UUD 1945 menetapkan hak warga Negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan maupun tertulis dan sebagainya. Syarat syaratnya akan diatur dalam UU. Pasal ini mencerminkan bahwa rakyat Indonesia bersikap demokratis.
e.     Kemerdekaan dalam memeluk agama
Pasal 29 ayat 1 UUD 1945 menyatakan Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menyebutkan bahwa ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan YME. Ayat 2 menyatakan Negara menjamin kemerdekaan penduduknya untuk memeluk agamanya masing masing dan beribadah menurut agamanya itu.
f.      Hak dan kewajiban pembelaan Negara
Pasal 30 ayat 1 UUD 1945 menyatakan hak dan kewajiban setiap warga Negara untuk ikut serta dalam usaha pembelaan Negara
g.     Hak mendapat pengajaran
Sesuai dengan tujuan Negara kesatuan Republik Indonesia yang tercemin Dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa pemerintah Negara Indonesia antara lain berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa. Pasal 31 ayat 1 menetapkan bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran.
h.    Kebudayaan nasional Indonesia
Pasal 32 menetapkan bahwa pemerintah hendaknya memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Penjelasan UUD 1945 memberikan rumusan tentang kebudayaan bansgsa sebagai kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya termasuk kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak kebudayaan didaerah seluruh Indonesia.
i.       Kesejahteraan sosial.
Pasal 33 terdiri atas 3ayat yang menyatakan :
a.     Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan.
b.    Cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
c.     Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat.
6.    Pemahaman tentang demokrasi
a.     Konsep demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan dari oleh dan untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi kekuasaan menyiratkan arti poitik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta masyarakat didevinisikan sebagai warga Negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktek, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukanlah rakyat keseluruhan, tetapi hanya populasi tertentu yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal mengontrol akses kesumber kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas hak prerogratif dalam proses pengambilan keputusan.
b.    Bentuk demokrasi dalam pengertian system pemerintahan Negara.
1.    Bentuk demokrasi
a.     Monarki : monarki mutlak, monarki absolute, monarki konstitusional dan monarki parlementer .
b.    Pemerintaha republK
Berasal dari bahasa latin yang berarti sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan rakyat.
2.    Kekuasaan dan pemerintahan
Kekuasaan dan pemerintah Negara dipisahkan menjadi 4 cabang :
1.    Legislatif : kekuasaan untuk membuat undan undang yang dijalankan oleh parlemen.
2.    Eksekutif : kekuasaan untuk menjalankan undang undang yang dijalankan oleh pemerintahan
3.    Federatif : kekuasaan yang manyatakan perang dan damai, membuat perserikatan, dan tindakan lainnya yang berkaitan dengan pihak luar negeri .
4.    Yudikatif : mengadili merupakan bagian dari eksekutif.

Makalah Kesejahteraan Rakyat (Pasal 27)





Anggota Kelompok:
1.     Aditya Pradana Putra                       /  30411231
2.     Dimas Febiyanto                               /  38411978
3.     Faza Maulana Mahnan                    /  32411752
4.     Fransiska Putri Sekarmayang       /  32411950
5.     Hilda Rahmawati                               /  33411383
6.     Marthan Lassandy                           /  34411326
7.     Mita Anisa Kurniastiti                      /  34411510


UNIVERSITAS GUNADARMA
2012






BAB 1
Pendahuluan
Keadaan masyarakat Indonesia pada saat ini dirasakan masih sangat memprihatinkan. Banyaknya masyarakat yang belum mendapatkan kesejahteraan yang layak untuk keberlangsungan hidupnya menjadi salah satu bahasan utama dalam makalah ini. Minimnya lapangan pekerjaan,pembangunan yang tidak merata dan kepadatan penduduk di masing-masing daerah menjadi salah satu contoh penyebab banyaknya pengangguran di Indonesia.
Rendahnya Sumber Daya Manusia (SDM), masih belum bisa mengembangkan potensinya terhadap SDA yang ada, sehingga SDA yang kita punya belum dapat diolah sendiri. Hal itu disebabkan rendahnya mutu pendidikan yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, kita akan membahas masalah kesejahteraan ini dengan mengaitkannya pada Pasal 27 UUD 1945, yang berbunyi:
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.







BAB 2
Permasalahan
Permasalahan yang ada dalam pencanangan Konstitusi Indonesia, yaitu:
1.      Masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat.
2.      Ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misalnya di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan.
3.      Rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang semakin tinggi.
Pembangunan pelayanan kesehatan Indonesia untuk masyarakat miskin masih belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia yang masih rendah, khususnya masyarakat kelas bawah.
Sistem pendidikan Indonesia belum mencapai tujuan pembangunan nasional yang sesungguhnya. Penyelenggaraan sistem pendidikan Indonesia pada jaman ini cenderung menomorduakan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh.
Salah satu bentuk pelayanan kesejahteraan rakyat di Indonesia yaitu dengan adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK). Namun dalam pelakasanannya tidak selalu berjalan dengan baik karena sulitnya sistematika untuk mendapatkan hak-hak yang tersedia.






BAB 3
Pembahasan

2.1 Konstitusi Ekonomi dalam Kaitan dengan Pasal 27 UUD 1945
Rasanya semua sepakat bahwa Indonesia saat ini menghadapi banyak masalah mendasar di bidang sosial ekonomi.
Pertama, masih rendahnya tingkat kesejahteraan sebagian besar masyarakat. Bila digunakan pendekatan jumlah keluarga yang masih layak mendapatkan Raskin (beras untuk orang miskin) sebanyak 19,2 juta keluarga. maka dengan rata-rata anggota per keluarga 4 orang, paling tidak saat ini jumlah orang miskin dan mendekati miskin minimal 40 juta orang. Lebih banyak dibanding data BPS yang sebanyak 32,5 juta orang (2009) dengan batasan pengeluaran Rp 200.262 per orang per bulan, atau Rp 6.675 (USD 0,725) per orang per hari. Dengan kata lain, bila digunakan indikator internasional USD 2 per orang per hari, maka jumlah orang Indonesia yang belum sejahtera akan jauh lebih besar.
Kedua, masalah ketertinggalan Indonesia dibanding negara-negara lain, misal di ASEAN, yang memulai pembangunan dalam waktu yang hampir bersamaan. Dari indikator Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia yang masih pada level 107 di tahun 2008. Jauh tertinggal dibanding Malaysia (63), Thailand (78) bahkan di bawah Filipina (105). Rendahnya IPM berarti pelayanan dasar (seperti pendidikan, kesehatan, air bersih) maupun daya beli masyarakat masih realtif rendah dibanding negara-negara ASEAN.

Demikian juga bila diukur dari PDB per kapita. Indonesia yang pada tahun 1960an sekitar USD 100, hampir sama dengan negara-negara tetangga, namun saat ini sudah jauh berbeda. Pada tahun 2008 Indonesia baru sekitar USD 2.246, Thailand USD 4.043 dan Malaysia USD 8.209 (World Bank). Belum lagi bila kita memasukkan data bahwa sebenarnya terjadi kesenjangan pendapatan, yang berarti sebagian besar kue ekonomi dinikmati secara tidak merata.
Ketiga, masalah rendahnya daya saing industri dan ketergantungan ekonomi yang semakin tinggi. Untuk pangan, Indonesia tidak hanya mengalami ketergantungan tetapi mungkin dapat dikatakan telah masuk pada food trap (perangkap pangan). Tujuh komoditas pangan utama nonberas sangat bergantung pada impor. Empat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas, yakni, gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, sudah masuk kategori kritis. Meningkatnya ketergantungan pangan dapat dilihat dari naiknya volume impor pangan dalam bentuk komoditas, benih maupun bibit. Data BPS dan Kadin menunjukkan impor kedelai pernah mencapai 61% dari kebutuhan dalam negeri, gula 31%, susu 70% dan daging 50%.
Undang-undang Dasar 1945 memiliki Pasal 33 yang akan mengatur ekonomi. Namun, menurut hemat saya pembahasan pasal 33 tentang pengeloaan ekonomi seharusnya tidak dilepaskan dari pembahasan tentang tanggung jawab sosial pemerintah terhadap warga negara seperti menyediakan pendidikan, kesehatan, pangan, pekerjaan dan menjamin orang miskin. Dengan demikian, dalam UUD 1945 ada 6 pasal yaitu Pasal 23, 27, 28, 31, 33 dan 34, dimana keenam pasal tersebut harus dipahami secara menyatu dan tidak dipisah-pisahkan.
Pasal 23 ayat 1, menegaskan bahwa pengelolaan anggaran dan keuangan pemerintah harus diprioritaskan untuk kesejahteraan rakyat. Pasal 27 mengatur hak penghidupan dan pekerjaan yang layak bagi seluruh rakyat. Di pasal 28 c, menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk dipenuhi hak-hak dasarnya. Pasal 31 mengatur hak rakyat atas pendidikan dan kewajiban negara untuk memberikan pendidikan setinggi-tingginya. Dalam pasal 33, ayat 1 tentang pengaturan ekonomi yang berbasis kebersamaan, ayat 2 menegaskan bahwa rakyat memiliki hak untuk ikut berproduksi dan ikut menikmati hasilnya agar mengalami peningkatan kesejahteraan. Sedangkan pasal 33 ayat 3 dengan jelas diuraikan bahwa negara harus menguasai berbagai sumber daya alam yang ada dan rakyat memiliki hak penuh atas kekayaan tersebut. Pada pasal 34, konstitusi menegaskan hak fakir miskin dan anak terlantar untuk mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasar oleh negara. Bila keenam pasal tersebut dimaknai secara bersama, maka keberadaan pasal 33 yang mengatur negara harus menguasai sumber daya alam dan tidak diberikan penguasaannya kepada swasta dan asing karena tugas negara sesuai amanah konstitusi sangat banyak.
Namun, karena sumber daya alam tidak dimaknai sebagai kekayaan atau modal pemerintah, maka telah terjadi pergeseran paradigma yang menempatkan batu bara, minyak mentah, gas dan tambang lainnya hanya sekadar komoditas yang dapat dikuasai dan diperdagangkan secara bebas oleh swasta dan asing. Sebagai komoditas non strategis (sebagaimana baju, sepatu dll), barang-barang tambang akan dengan mudah dieksploitasi dan diekspor bila penjualan ke luar negeri dinilai memberi keuntungan. Seolah manfaat bagi rakyat cukup lewat peningkatan cadangan devisa, penciptaan lapangan meskipun bukan pekerja ahli atau dari pembayaran pajak dan royalti. Padahal faktanya, dengan pengelolaan yang terjadi saat ini, bagian pemerintah jauh lebih kecil dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh swasta.
Dengan kembali pada ekonomi konstitusi, berbagai kekayaan alam tambang akan dikembalikan sebagai modal pembangunan Indonesia dalam mewujudkan kemajuan dan kemandirian. Oleh karenanya kekayaan alam tersebut harus dikembalikan penguasaannya pada negara untuk dimanfaatkan sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat. Pertanyaanya, bersungguh-sungguhkah kita akan mengembalikan pengelolaan kekayaan alam sesuai dengan amanah pasal 33 ayat 3? Karena salah satu konsekwensinya kita harus berjuang untuk merevisi berbagai undang-undang pengelolaan SDA yang bertentangan dengan konstitusi. Undang-undang Migas No. 22 Tahun 2001 misalnya, paling tidak ada empat pasal yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi karena bertentangan dengan konstitusi. Namun, keputusan MK tersebut hingga hari ini belum ditindak lanjuti karena akan mengganggu kepentingan sekelompok elit asing dan dalam negeri yang selama ini mendapatkan manfaat besar dari liberalisasi SDA. Kita juga harus bersedia mengevaluasi undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara (minerba) karena tidak mengatur pentingnya DMO (domestic market obligation) bagi kepentingan nasional. Juga harus bersungguh-sungguh melakukan koreksi terhadap Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang membebaskan kepemilikan asing di sektor tambang hingga 95% serta melakukan koreksi terhadap berbagai undang-undang yang telah disusun dengan paradigma liberal, seperti UU Kelistrikan, UU Air, dll. Mengembalikan ekonomi pada konstitusi juga berarti bersedia mengoreksi berbagai kontrak-kontrak tambang sehingga memberikan manfaat lebih besar bagi rakyat. Dengan terobosan-terobosan ini, akan ada potensi penerimaan negara baru yang lebih besar sehingga tidak lagi hanya bersumber pada pajak, privatisasi dan utang sebagaimana pakem Washington Consensus.
Pengelolaan kekayaan alam non tambang yang liberal dan tidak menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas juga harus dikoreksi. Pilihan kebijakan ini telah menjadikan Indonesia sebagai pemasok berbagai sumber daya alam mentah sebagai bahan baku industri dunia. Padahal pilihan ini akan merugikan kepentingan nasional. Pada saat memilih untuk mengekspor bahan baku dan bahan mentah maka pada saat itu pula Indonesia sedang mengekspor kesempatan kerja, memberikan nilai tambah dan menyerahkan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kepada negara lain. Indonesia adalah penghasil rotan terbesar dunia namun saat ini pemerintah membebaskan ekspor rotan mentah. Memang kebijakan ini akan mendorong ekspor sehingga menguntungkan petani rotan. Secara nasional negara juga akan diuntungkan dengan sumbangan pertumbuhan ekspor yang tinggi sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sepintas kebijakan ini seolah baik. Padahal, akibat dari liberalisasi rotan mentah telah mengakibatkan produsen barang dari rotan yang umumnya di wilayah Jawa, mengalami ketidakpastian harga dan pasokan bahan baku. Tentu petani rotan akan memilih untuk mengekspor karena permintaan dan pembayaran lebih pasti. Namun, sebagai konsekwensinya banyak industri mebel rotan kecil dan menengah nasional kesulitan bahan baku. Bahkan saat ini meubel rotan Indonesia telah kalah bersaing dengan produk dari negara-negara pengimpor rotan dari Indonesia.
Bila meyakini menciptakan lapangan kerja dan memberikan penghidupan yang layak pada pasal 27 dan 28 adalah amanah yang harus dijalankan, maka kebijakan yang dipilih dalam pengelolaan rotan akan berbeda. Melimpahnya produksi rotan di Kalimantan justru menjadi kesempatan untuk memantapkan posisi Indonesia sebagai produsen mebel rotan utama dunia yang pernah dicapai sebelum krisis. Pengembangan sentra-sentra industri produk rotan di daerah penghasil rotan dengan berbagai dukungan teknologi dari pemerintah akan menciptakan lapangan kerja yang besar, kesejahteraan petani dan perajin rotan akan meningkat karena nilai tambah dari pengolahan rotan akan terjadi dan dinikmati oleh rakyat di Indonesia. Kebijakan yang sama semestinya juga dapat dilakukan untuk kekayaan timah, coklat, dan lain-lain yang melimpah.

2.2 Pelayanan Kesehatan Indonesia untuk Masyarakat Miskin dalam Kaitan dengan Pasal 27 UUD 1945
Pembangunan kesehatan adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional, dalam pembangunan kesehatan tujuan yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.  Kenyataan yang terjadi sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya masyarakat miskin, hal ini dapat digambarkan bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi bagi masyarakat miskin tiga kali lebih tinggi dari masyarakat tidak miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah.  Derajat kesehatan masyarakat miskin berdasarkan indikator Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, masih cukup tinggi.
Banyak faktor yang menyebabkan ketimpangan di dalam pelayanan kesehatan terutama yang terkait dengan biaya pelayanan kesehatan, ketimpangan tersebut diantaranya diakibatkan perubahan pola penyakit, perkembangan teknologi kesehatan dan kedokteran, pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran swadana (out of pocket). Biaya kesehatan yang mahal dengan pola pembiayaan kesehatan berbasis pembayaran out of pocket semakin mempersulit masyarakat untuk melakukan akses ke pelayanan kesehatan.
Untuk memenuhi dan mewujudkan hak bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945 serta  kesehatan adalah merupakan kesehatan merupakan Public Good maka dibutuhkan intervensi dari Pemerintah.

2.3 Pendidikan di Indonesia dalam Kaitan dengan Pasal 27 UUD 1945
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan.
Berangkat dari definisi di atas maka dapat dipahami bahwa secara formal sistem pendidikan indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Permasalahan ini berlawanan dengan isi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yang memaknai penghidupan yang layak bagi seluruh masyarakat Indonesia, salah satunya untuk keberlangsungan pendidikan dan pekerjaan warga negara. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.”
Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional berjalan dengan penuh dinamika. Hal ini setidaknya dipengaruhi oleh dua hal utama yaitu political will dan dinamika sosial. Political will sebagai suatu produk dari eksekutif dan legislatif merupakan berbagai regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan diantaranya tertuang dalam Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 C ayat (1), Pasal 31, dan Pasal 32 UUD 1945, maupun dalam regulasi derivatnya seperti UU No.2/1989 tentang Sisdiknas yang diamandemen menjadi UU No.20/2003, UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, PP No.19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, serta berbagai rancangan UU dan PP yang kini tengah di persiapkan oleh pemerintah (RUU BHP, RPP Guru, RPP Dosen, RPP Wajib belajar, RPP Pendidikan Dasar dan Menengah, dsb
Terkait dengan kondisi pendidikan di Indonesia, Abdul Malik Fadjar (Mendiknas tahun 2001) mengakui kebenaran penilaian bahwa sistem pendidikan di Indonesia adalah yang terburuk di kawasan Asia. Ia mengingatkan, pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial politik, termasuk persoalan stabilitas dan keamanan, sebab pelaksanaan pendidikan membutuhkan rasa aman. Menanggapi hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang menyebutkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia terburuk di kawasan Asia, yaitu dari 12 negara yang disurvei oleh lembaga yang berkantor pusat di Hongkong itu, Korea Selatan dinilai memiliki sistem pendidikan terbaik, disusul Singapura, Jepang dan Taiwan, India, Cina, serta Malaysia. Indonesia menduduki urutan ke-12, setingkat di bawah Vietnam (Kompas,5/9/2001).
Kondisi ini menunjukan adanya hubungan yang berarti antara penyelenggaraan pendidikan dengan kualitas pembangunan sumber daya manusia indonesia yang dihasilkan selama ini, meskipun masih ada faktor-faktor lain yang juga mempengaruhinya.

2.5 Pelayanan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dalam Kaitan dengan Pasal 27

Berdasarkan ketentuan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan  dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ketentuan ini dijabarkan dalam Pasal 4 UU No. 13 Tahun 2003, tentang tujuan pembangunan ketenagakerjaan. Berdasarkan ketentuan Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003, yaitu setiap pekerja/buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.  Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud, dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  Saat ini aturan yang dimaksud adalah UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK).
Namun dalam kenyataannya,  jaminan sosial tersebut tidak selalu berjalan dengan baik dalam melayani kebutuhan para pekerja. Setiap pekerja yang membutuhkan jaminan tersebut, misalnya dalam keadaan sakit atau mengalami kerugian karena faktor intern ( faktor yang diakibatkan dari perusahaan yang bersangkutan ) tidak bisa langsung mendapatkan hak nya di Jamsostek dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, hak tersebut tidak dapat langsung diambil dan harus melalui persetujuan dari pihak yang bersangkutan.



Bab 4
Penutup
4.1 Kesimpulan
       Dari pembahasan mengenai kesejahteraan rakyat diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan rakyat di Indonesia belum terlaksana dengan baik.Kesejahteraan rakyat yang mencakup bidang ekonomi, pelayanan kesehatan untuk masyarakat (terutama masyarakat miskin), pelayanan sosial yang ada di dalam atau luar lingkup kerja, dan pendidikan.
       Berdasarkan data yang diperoleh, hal tersebut belum relevan dengan pasal 27 ayat 1 dan ayat 2 tentang kedudukan  yang sama dalam hukum ( penghidupan yang layak ).

4.2 Saran
       Seharusnya pemerintah memikirkan cara lain untuk membantu menyejahterakan rakyatnya karena menurut penulis cara pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat masih belum tepat. Pemerintah masih bisa mencari cara lain selain memberikan bantuan langsung kepada masyarakat, karena cara seperti itu belum efektif. Rakyat bukan hanya butuh uang, tetapi juga butuh lapangan pekerjaan. Mungkin saja pemerintah bisa mencari atau mengupayakan cara lain untuk menyejahterakan rakyatnya demi kelangsungan bangsa di masa depan.