Di bulan Februari 2014, telah terjadi
kebakaran hutan di wilayah Riau. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
memperkirakan kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan di sejumlah
titik di Provinsi Riau mencapai RP 10 triliun sejak Januari hingga Maret 2014.
Kebakaran ini terjadi di cagar biosfir hidup sejumlah hewan di lindungi seperti
Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Tapir dan Beruang. Asap yang ditimbulkan dari
kebakaran lahan mengakibatkan emisi Co2 yang semakin pekat sehingga berpengaruh
terhadap meningkatnya temperatur bumi. Areal yang terbakar adalah kawasan
konservasi seluas 2.398 ha yang terdiri atas 922,5 hektare Suaka Margasatwa
Giam Siak Kecil, 373 hektar Suaka Margasatwa Kerumutan, 80,5 hektar Taman
Wisata Alam Sungai Dumai, 95 hektar Taman Nasional Tesso Nello, 9 hektar Cagar
Alam Bukit Bungkuk dan 867,5 hektar Area Penggunaan non Kawasan Hutan. Akibat
kebakaran, kawasan wilayah Sumatera Barat umumnya menerima dampak kabut asap
dari provinsi tersebut. 19 kota/kabupaten di Sumatera Barat, kadar udara di 10
daerah dikategorikan tidak sehat. Daerah Pasaman Barat, tercacat 3.000 ribuan
warga terkena inspeksi ISPA.
Kebakaran hutan ini diyakini karena adanya oknum
tertentu yang membuat terjadinya kebakaran hutan di Riau. Kepala Humas dan
Pusat Informasi Kemenhut, Sumarto mengatakan, hutan di Riau merupakan hutan
dari gambut yang sulit terbakar sekalipun kemarau. Gambut hanya bisa terbakar
dalam keadaan kering dan musim kemarau tidak membuat gambut kering. Menurut
Sumarto kebakaran hutan ini sudah direncanakan oleh oknum tertentu. Di awali
dengan pembakaran lahan.
Bagaimana caranya? oknum sadar bahwa gambut
sangat sulit dibakar, maka dibuatlah kanal-kanal. Kanal-kanal tersebut terdapat
sungai kecil yang fungsinya untuk mengeringkan gambut dari air. ''Masalahnya
gambut itu selalu basah di akarnya, dan tugas dari sungai kecil itu supaya air
di dalam akar gambut itu mengalir dan gambut jadi kering,'' kata Sumarto.
Jika sudah kering barulah dibakar untuk membuat
lahan baru yang kosong. Tapi efeknya lainnya tidak diperkirakan. Api yang sudah
masuk ke dalam akar gambur sangat sulit untuk dipadamkan. Sekalipun sudah
dilakukan penyemperotan, namun api tetap membara di akarnya dan akan kembali
terbakar jika terkena angin. Kebakaran hutan ini jelas sangat merugikan bagi masyarakat, bukan hanya penyakit yang mengancam, tetapi juga berdampak pada naiknya temperatur bumi.
Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/14/03/15/n2gmmb-ini-penyebab-kebakaran-hutan-di-riau